Chan Yeol Juntak

Minggu, 28 Januari 2018

Mutiara Yang Tiada Taranya

Pemeran :    Pendeta
                        Rambau
                       
Babak I

Narator : Di sebuah kota kecil di India hidup seorang pria , yang pekerjaan sehari-harinya sebagai penyelam, untuk mencari mutiara. Dia seorang penganut Hindu yang sangat taat. Di usianya yang semakin tua ia menjumpai seorang pendeta yang akhirnya menjadi sahabatnya. Pendeta tsb selalu berdoa agar sahabatnya itu percaya kepada Tuhan Yesus .

Pendeta   : Rambau, kamu adalah penyelam terbaik yang pernah ku lihat .
Rambau       : Lihat ini sobat(mengambil tiram besar dari dalam sakunya) Aku rasa isinya pasti bagus .
Pendeta   : (mengambil tiram tsb dan membukanya) Rambau, lihat ! Mutiara ini sungguh indah  sekali.
Rambau       : Ya, lumayanlah.
Pendeta   : Lumayan? Pernahkah engkau melihat mutiara yang lebih indah dari
ini?  Ini sempurna bukan? (sambil mengamati mutiara tsb dan memberikanya kembali pada Rambau)
Rambau       : Oh, ya. Ada mutiara yang lebih bagus, jauh lebih indah dari ini. Yah.... aku memiliki sebutir(dengan suara pelan), coba lihat mutiara ini ada cacatnya, ada bintik hitam disini dan juga ada lekukkanya, bentuknyapun agak lonjong, tapi mutiara ini juga cukup bagus.  
Pendeta       : Matamu tajam sekali menilai keindahan mutiara, aku tak akan pernah   
               meminta mutiara yang lebih sempurna dari itu.
Rambau   : Itulah, seperti yang kau katakan tentang Allahmu. Manusia
memandang dirinya sendiri sudah sempurna, tetapi Allah melihat mereka sebagaimana mereka ada(sambil berjalan menuju kota)
Pendeta   : Engkau benar Rambau, Allah menawarkan kebenaran yang sempurna
kepada semua orang yang mau percaya & menerima keselamatan yang di tawarkan dengan cuma-cuma. Mengertikah engkau akan hal ini sobatku?
Rambau   : Sudah sering kukaatakan kepadamu, hal seperti itu terlalu mudah.
Itulah kekurangan agamamu yang baik itu. Aku tak dapat menerimanya, mungkin aku terlalu sombong. Bagaimanpun juga aku harus bekerja untuk tempatku di Surga, kalau tidak aku akan gelisah.
Pendeta : Oh.... Rambau! Kau tak akan mencapai Surga dengan cara itu. Hanya
ada satu jalan ke surga. Engkau sekarang sudah semakin tua, mungkin musim inilah yang terakhir engkau menyelam mutiara. Jika engkau ingin melihat pintu mutiara di surga, engkau harus menerima hidup baru yang Allah tawarkan melalui AnakNya.
Rambau : Musim yang terakhir? Yah, engkau benar. Hari ini  adalah hari yang terakhir aku menyelam. Ini adalah bulan terakhir  tahun ini, aku harus mengadakan persiapan.
Pendeta       : Engkau harus mengadakn persiapan untuk hidup yang akan datang.
Rambau       : Justru itulah yang hendak ku lakukan. Lihat orang yang disana, dia  dari Bombay. Dia berjalan dengan kaki telanjang dan menginjakkan kaki di batu-batu yang paling tajam, setiap beberapa langkah ia berlutut dan mencium tanah. Itu baik, seumur hidup aku telah merencanakan ziarah ini. Kali ini aku pasti akan  ke surga, aku akan ke Delhi dengan berlutut.
Pendeta       : Engkau gila! Jarak ke Delhi kira-kira 1.200 km. Kulit lututmu akan robek dan engkau akan menderita keracunan darah atau lepra sebelum engkau tiba di sana.
Rambau       : Tidak, aku harus pergi ke Delhi. Kemudian dewa-dewa akan memberikan pahala kepadaku, penderitaan itu akan menyenangkan, sebab dengan demikian aku akan mencapai surga.
Pendeta       : Sobatku bagaimana aku bisa membiarkan engkau melakukan hal ini,
sedangkan Yesus Kristus telah mati untuk membayar harga surga bagimu!
Rambau       : Engkau adalah sobatku yang paling kucintai di dunia ini, di dalam kesakitan dan kekuranganku hanya engkau yang mendampingiku, walaupun begitu engkau tidak dapat memalingkan aku dari keinginanku untuk memperoleh kebahagiaan kekal, aku harus ke Delhi.  




Babak II
Narator : Penyelam mutiara tua itu tidak mengerti, tak mau menerima keselamatan

yang diberikan Yesus Kristus dengan cuma-cuma. Akhirnya pendeta tsb sedih dan pulang ke rumahnya untuk berdoa. Tiba - tiba pada sore hari itu juga rumah pendeta diketuk oleh seseorang...    (bunyi ketok) Tok , tok , tok,
Pendeta       : ( membuka pintu ) Sobatku yang baik! Mari masuk, Rambau!
Rambau       : Tidak, aku minta engkau datang ke rumahku jangan kau tolak permintaanku ini ada sesuatu yang ingin kutunjukan kepadamu.
Pendeta       : (Dengan penuh harap Tuhan mengabulkan doanya) Tentu saja aku akan datang. (bergegas menuju rumah Rambau)
Rambau       : Satu minggu lagi aku akan berangkat ke Delhi
Pendeta       : Oh (kecewa) Tuhan apakah doaku sia-sia saja.
Rambau       : (setelah sampai di rumah rambau menunjukan sebuah peti kecil berat)
Sudah bertahun-tahun lamanya aku menyimpan peti ini, di dalamnya hanya ada satu benda. Benda ini ada sejarahnya, aku akan menceritakanya padamu, dulu aku mempunyai seorang anak laki-laki.
Pendeta   : Seorang anak laki-laki? Mengapa engkau tak pernah menceritakanya,
  Rambau?
Rambau       : Aku tak sanggup, sekarang aku harus menceritakannya kepadamu, sebab segera aku akan berangkat, siapa tahu kalau nanti aku tidak kembali lagi. (matanya berkaca-kaca) Anakku juga seorang penyelam. Dialah penyelam terbaik di pantai India ini. Dia cekatan, matanya tajam, lenganya kuat dan dapat  menahan nafas lama sekali, aku sangat bangga padanya. Ia selalu bercita-cita untuk mendapatkan mutira yang paling indah dari semua mutiara yang pernah didapatnya.  Pada suatu hari ia mendapatkanya, tetapi ketika ia mendapatkanya ia sudah terlalu lama berada di dalam air, tak lama kemudian ia pun meninggal(tunduk kepala, sesaat lamanya tubuhnya gemetar, diam tanpa suara)
  Istriku telah lama meninggal dunia, dia adalah anakku satu-satunya.
sekarang aku tidak mempunyai apa-apa lagi selain daripada kotak ini.    Selama bertahun-tahun aku telah menyimpan mutiara itu, tetapi sekarang aku hendak pergi dan tidak kembali lagi, maka kepadamu sobatku, aku akan berikan mutiara ini(membuka peti besi itu dan mengeluarkan sebuah bungkusan yang terikat rapi, dengan hati-hati ia membuka kain pembungkusnya dan mengambil sebutir mutiara yang besar dan indah sekali, serta memberikanya kepada Pendeta itu) 
Ini mutiara yang terbesar yang pernah didapati di pantai India, cahanya berkilau-kilauan yang tak pernah terdapat pada mutiara-mutiara buatan harganya tak ternilai.
Pendeta : Rambau, mutiara ini sangat indah dan menakjubkan. Biarlah aku membelinya, aku akan membayar 6 juta rupiah kepadamu.
Rambau : Sobat, apa maksudmu?
Pendeta : Baiklah aku akan membayar sembilan juta rupiah, atau jika masih kurang aku  mau bekerja untuk mendapatkanya.
Rambau : Sobat(tubuhnya tegang), mutiara ini tak ternilai harganya tak ada seorangpun di dunia ini memiliki uang cukup untuk membayar mutiara yang begitu berharga bagiku. Bermilyar-milyar rupiah tak dapat membelinya. Aku tak akan menjualnya kepadamu. Kau hanya dapat menerimanya sebagai suatu pemberian.
Pendeta : Tidak, Rambau aku tak dapat menerimanya, meskipun aku sangat
             menginginkanya, tetapi menerima dengan cara itu terlalu mudah.
Mungkin aku sombong,. Aku harus membayarnya atau aku harus bekerja.
Rambau  : Engkau tak mengerti sobatku, Ketahuilah! Anakku yang tunggal memberikan  hidupnya untuk memperoleh mutiara ini dan aku tak mau menjualnya dengan harga berapapun juga. Nilainya ada di dalam darah anakku. Aku tak dapat menjualanya, tetapi aku akan memberikannya kepadamu. Terimalah sebagai peryataan kasihku padamu.
Pendeta : (memegang tangan orang tua tsb, kerongkonganya seperti tersumbat) Rambau    : Tidak mengertikah engkau? Itulah yang telah dikatakan Allah kepadamu
Rambau  : (Memandang Pendeta, dan perlahan mulai mengerti)
Pendeta  :  Allah sedang menawarkan keselamatan kepadamu sebagai pemberian yang cuma-cuma. Keselamatan itu begitu besar dan tak ternilai harganya  sehingga tak seorang pun di dunia ini yang dapat membelinya
Ratusan juta rupiah masih terlalu sedikit, tak seorang pun di dunia ini yang dapat bekerja untuk membayar harganya. Tak seorang pun yang baik yang cukup baik, yang layak menerimanya. Allah harus mengijinkan penumpahan darah Anak-Nya yang tunggal supaya engkau bisa masuk ke dalam surga . Walaupun sejuta tahun dan ratusan ziarah engkau tak akan dapat membayar untuk masuk surga. Engkau hanya dapat menerima pemberian itu sebagai peryataan kasih Allah kepadamu.   Rambau, tentu saja aku mau mau menerima mutiara itu dengan              penuh kerendahan hati, sambil berdoa agar aku layak menerima kasihmu. Rambau,  maukah engkau menerima pemberian sorgawi yang besar dari Allah  juga dengan penuh kerendahan hati, engkau tahu pemberian itu dibayar dengan kematian Anak-Nya”?
Rambau : (menangis) Sobatku, aku mengerti sekarang. Sebenarnya aku sudah percaya ajaran Yesus dua tahun yang lalu, tetapi aku tak dapat percaya keselamatan yang diberikanNya dengan cuma-cuma. Sekarang aku mengerti ada hal-hal yang tak ternilai harganya, sehingga tak terbayar. Sobatku, aku mau menerima keselamatan yang diberikan oleh-Nya.
Pendeta  : (Mengajak Rambau untuk berdoa dan berlutut) Roma 5:6-8 
Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang di tentukan oleh Allah, sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar.  Akan tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati, akan tetapi Allah menunjukan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa .


Kisah Para Rasul 13:38, 39
Jadi ketahuilah, sudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa, dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa.

Yohanes 5:11-13
Dan inilah kesaksian itu : Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barang siapa memiliki Anak, ia memiliki hidup, barang siapa tidak memiliki Anak ia tidak memiliki hidup. Semuanya ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.
- Tamat - 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar