Pemeran
: Pendeta
Rambau
Babak I
Narator
: Di sebuah kota
kecil di India
hidup seorang pria , yang pekerjaan sehari-harinya sebagai penyelam, untuk
mencari mutiara. Dia seorang penganut Hindu yang sangat taat. Di usianya yang
semakin tua ia menjumpai seorang pendeta yang akhirnya menjadi sahabatnya.
Pendeta tsb selalu berdoa agar sahabatnya itu percaya kepada Tuhan Yesus .
Pendeta :
Rambau, kamu adalah penyelam terbaik yang pernah ku lihat .
Rambau
: Lihat ini
sobat(mengambil tiram besar dari dalam sakunya) Aku rasa isinya pasti bagus .
Pendeta :
(mengambil tiram tsb dan membukanya) Rambau, lihat ! Mutiara ini sungguh indah sekali.
Rambau :
Ya, lumayanlah.
Pendeta :
Lumayan? Pernahkah engkau melihat mutiara yang lebih indah dari
ini? Ini sempurna bukan? (sambil mengamati
mutiara tsb dan memberikanya
kembali pada
Rambau)
Rambau :
Oh,
ya. Ada mutiara
yang lebih bagus, jauh lebih indah dari ini. Yah.... aku memiliki
sebutir(dengan suara pelan), coba lihat mutiara ini ada cacatnya, ada bintik
hitam disini dan juga ada lekukkanya,
bentuknyapun agak lonjong, tapi
mutiara ini juga cukup bagus.
Pendeta
: Matamu
tajam sekali menilai keindahan mutiara, aku tak akan pernah
meminta
mutiara yang lebih sempurna dari itu.
Rambau :
Itulah, seperti yang kau katakan tentang Allahmu. Manusia
memandang dirinya sendiri sudah
sempurna,
tetapi Allah melihat mereka sebagaimana mereka ada(sambil berjalan menuju kota )
Pendeta :
Engkau benar Rambau, Allah menawarkan kebenaran yang sempurna
kepada
semua orang yang mau percaya & menerima keselamatan yang di tawarkan dengan
cuma-cuma. Mengertikah engkau akan hal ini sobatku?
Rambau : Sudah sering kukaatakan kepadamu, hal
seperti itu terlalu mudah.
Itulah
kekurangan agamamu yang baik itu. Aku tak dapat menerimanya, mungkin aku
terlalu sombong. Bagaimanpun juga aku harus bekerja untuk tempatku di Surga,
kalau tidak aku akan gelisah.
Pendeta : Oh.... Rambau! Kau tak akan
mencapai Surga dengan cara itu. Hanya
ada satu
jalan ke surga. Engkau sekarang sudah semakin tua, mungkin
musim inilah yang terakhir engkau menyelam mutiara. Jika engkau ingin melihat
pintu mutiara di surga, engkau harus menerima hidup baru yang Allah tawarkan
melalui AnakNya.
Rambau : Musim
yang terakhir? Yah,
engkau benar. Hari ini adalah hari yang terakhir aku menyelam. Ini
adalah bulan terakhir tahun ini, aku
harus mengadakan
persiapan.
Pendeta :
Engkau harus mengadakn persiapan untuk hidup yang akan datang.
Rambau :
Justru itulah yang hendak ku lakukan. Lihat orang yang disana, dia dari Bombay .
Dia berjalan dengan kaki telanjang dan menginjakkan kaki di batu-batu yang
paling tajam, setiap beberapa langkah ia berlutut dan mencium tanah. Itu baik,
seumur hidup aku telah merencanakan ziarah ini. Kali ini aku pasti akan ke surga, aku akan ke Delhi dengan berlutut.
Pendeta :
Engkau gila! Jarak ke Delhi kira-kira 1.200 km.
Kulit lututmu akan robek dan engkau akan menderita keracunan darah atau lepra
sebelum engkau tiba di sana .
Rambau :
Tidak, aku harus pergi ke Delhi .
Kemudian dewa-dewa akan memberikan pahala kepadaku, penderitaan itu akan
menyenangkan, sebab dengan demikian
aku akan mencapai surga.
Pendeta :
Sobatku bagaimana aku bisa membiarkan engkau melakukan hal ini,
sedangkan
Yesus Kristus telah mati untuk membayar harga surga bagimu!
Rambau :
Engkau adalah sobatku yang paling kucintai di dunia ini, di dalam kesakitan dan
kekuranganku hanya engkau yang mendampingiku, walaupun begitu engkau tidak
dapat memalingkan aku dari keinginanku untuk memperoleh kebahagiaan kekal, aku
harus ke Delhi .
Babak II
Narator
: Penyelam mutiara tua itu tidak mengerti, tak mau
menerima keselamatan
yang
diberikan Yesus Kristus dengan cuma-cuma. Akhirnya pendeta tsb sedih dan pulang
ke rumahnya untuk berdoa. Tiba - tiba pada sore hari itu juga rumah pendeta
diketuk oleh seseorang... (bunyi ketok) Tok
, tok , tok,
Pendeta :
( membuka pintu ) Sobatku yang baik! Mari masuk, Rambau!
Rambau :
Tidak, aku minta engkau datang ke rumahku jangan kau tolak permintaanku ini ada
sesuatu yang ingin kutunjukan kepadamu.
Pendeta :
(Dengan penuh harap Tuhan mengabulkan doanya) Tentu saja aku akan datang. (bergegas
menuju rumah Rambau)
Rambau :
Satu minggu lagi aku akan berangkat ke Delhi .
Pendeta
: Oh
(kecewa) Tuhan apakah doaku sia-sia saja.
Rambau :
(setelah sampai di rumah rambau menunjukan sebuah peti kecil berat)
Sudah
bertahun-tahun lamanya aku menyimpan peti ini, di dalamnya hanya ada satu
benda. Benda ini ada sejarahnya, aku akan menceritakanya padamu, dulu aku
mempunyai seorang anak laki-laki.
Pendeta :
Seorang anak laki-laki?
Mengapa engkau tak pernah menceritakanya,
Rambau?
Rambau :
Aku tak sanggup, sekarang aku harus menceritakannya kepadamu, sebab segera aku
akan berangkat, siapa tahu kalau nanti aku tidak kembali lagi. (matanya
berkaca-kaca) Anakku juga seorang penyelam. Dialah penyelam terbaik di pantai India ini. Dia
cekatan, matanya tajam,
lenganya kuat dan dapat menahan nafas
lama sekali, aku sangat bangga padanya. Ia selalu bercita-cita
untuk mendapatkan mutira yang paling indah dari semua mutiara yang pernah
didapatnya. Pada suatu
hari ia mendapatkanya, tetapi ketika ia mendapatkanya ia sudah terlalu lama
berada di dalam air, tak lama kemudian ia pun meninggal(tunduk kepala, sesaat
lamanya tubuhnya gemetar, diam tanpa suara)
Istriku
telah lama meninggal dunia, dia adalah anakku satu-satunya.
sekarang aku tidak mempunyai apa-apa
lagi selain daripada kotak ini. Selama
bertahun-tahun aku telah menyimpan mutiara itu, tetapi sekarang aku hendak
pergi dan tidak kembali lagi, maka kepadamu sobatku, aku akan berikan mutiara
ini(membuka peti besi itu dan mengeluarkan sebuah bungkusan yang terikat rapi,
dengan hati-hati ia membuka kain pembungkusnya dan mengambil sebutir mutiara
yang besar dan indah sekali, serta memberikanya kepada Pendeta itu)
Ini mutiara yang terbesar yang pernah
didapati di pantai India ,
cahanya berkilau-kilauan
yang tak pernah terdapat pada mutiara-mutiara buatan harganya tak ternilai.
Pendeta
: Rambau, mutiara ini sangat indah dan menakjubkan. Biarlah aku
membelinya, aku akan membayar 6 juta rupiah kepadamu.
Rambau : Sobat, apa maksudmu?
Pendeta
: Baiklah aku akan membayar sembilan juta rupiah, atau jika masih kurang
aku mau bekerja untuk
mendapatkanya.
Rambau
: Sobat(tubuhnya tegang), mutiara ini tak ternilai harganya tak ada seorangpun
di dunia ini memiliki uang cukup untuk membayar mutiara yang begitu berharga
bagiku. Bermilyar-milyar
rupiah tak dapat membelinya. Aku tak akan menjualnya kepadamu. Kau hanya dapat
menerimanya sebagai suatu pemberian.
Pendeta
: Tidak, Rambau aku tak dapat menerimanya, meskipun aku sangat
menginginkanya, tetapi menerima
dengan cara itu terlalu mudah.
Mungkin aku sombong,. Aku harus
membayarnya atau aku harus bekerja.
Rambau
: Engkau
tak mengerti sobatku, Ketahuilah! Anakku yang tunggal memberikan hidupnya untuk memperoleh mutiara ini dan aku
tak mau menjualnya dengan harga
berapapun juga. Nilainya ada di dalam darah anakku. Aku tak dapat menjualanya,
tetapi aku akan memberikannya kepadamu. Terimalah sebagai peryataan kasihku
padamu.
Pendeta : (memegang tangan orang tua
tsb, kerongkonganya seperti tersumbat) Rambau :
Tidak
mengertikah engkau? Itulah yang telah dikatakan Allah kepadamu
Rambau : (Memandang Pendeta, dan perlahan mulai
mengerti)
Pendeta :
Allah sedang menawarkan keselamatan kepadamu sebagai pemberian yang
cuma-cuma. Keselamatan itu begitu besar dan tak ternilai harganya sehingga tak seorang pun di dunia ini yang
dapat membelinya
Ratusan
juta rupiah masih terlalu sedikit, tak seorang pun di dunia ini yang dapat
bekerja untuk membayar harganya. Tak seorang pun yang baik yang cukup baik,
yang layak menerimanya. Allah harus mengijinkan penumpahan darah Anak-Nya
yang tunggal supaya engkau bisa masuk ke dalam surga . Walaupun sejuta tahun dan ratusan
ziarah engkau tak akan dapat membayar untuk masuk surga. Engkau hanya dapat menerima
pemberian itu sebagai peryataan kasih Allah kepadamu. Rambau, tentu saja aku mau mau menerima
mutiara itu dengan penuh
kerendahan hati, sambil berdoa agar aku layak menerima kasihmu. Rambau, maukah engkau menerima pemberian sorgawi yang
besar dari Allah juga dengan penuh
kerendahan hati, engkau tahu pemberian itu dibayar dengan kematian Anak-Nya”?
Rambau
: (menangis) Sobatku, aku mengerti sekarang. Sebenarnya aku sudah percaya
ajaran Yesus dua tahun yang lalu, tetapi aku tak dapat percaya keselamatan yang
diberikanNya dengan cuma-cuma. Sekarang aku mengerti ada hal-hal yang tak
ternilai harganya, sehingga tak terbayar. Sobatku, aku mau menerima keselamatan
yang diberikan oleh-Nya.
Pendeta : (Mengajak Rambau untuk berdoa dan berlutut) Roma
5:6-8
Karena
waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada
waktu yang di tentukan oleh Allah, sebab tidak mudah seorang mau mati untuk
orang yang benar. Akan tetapi mungkin untuk orang yang baik ada
orang yang berani mati, akan tetapi Allah menunjukan kasihNya kepada kita, oleh
karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa .
Kisah Para Rasul 13:38, 39
Jadi ketahuilah, sudara-saudara, oleh
karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa, dan di dalam
Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang
tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa.
Yohanes 5:11-13
Dan inilah kesaksian itu : Allah telah
mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya.
Barang siapa memiliki Anak, ia memiliki hidup, barang siapa tidak memiliki Anak
ia tidak memiliki hidup. Semuanya ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang
percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.
- Tamat -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar